TAHAP-TAHAP PERJANJIAN INTERNASIONAL
I. Pengertian Perjanjian Internasional
Menurut beberapa ahli, pengertian perjanjian internasional antara lain:
•Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL.M.
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antar bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu.
•Oppenheimer- Lauterpacht
Perjanjian Internasional adalah suatu persetujuan antar negara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakannya.
•G. Schwarzenberger
Perjanjian Internasional adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum Internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum Internasional. Perjanjian Internasional dapat berbentuk bilateral dan multilateral. Subjek-subjek hukum dalam hal ini selain lembaga-lembaga Internasional, juga negara-negara.
II. Klasifikasi Perjanjian Internasional
Menurut Subjeknya
a.Perjanjian antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum Internasional.
b.Perjanjian Internasional antarnegara dan subjek hukum Internasional lainnya.
c.Perjanjian antarsesama subjek hukum Internasional selain negara, seperti antara suatu organisasi Internasional dengan organisasi Internasional lainnya.
Menurut Isinya
a.Segi politik, seperti Pakta Pertahanan dan Pakta Perdamaian, contoh : NATO, ANZUS, dan SEATO.
b.Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan. Contoh : CGI, IMF, IBRD, dll.
c.Segi hukum, seperti status kewarganegaraan ( Indonesia- RRC), ekstradisi,dll.
d.Segi batas wilayah, seperti laut teritorial, batas alam daratan, dll.
e.Segi kesehatan, seperti masalah karantina, penanggulangan wabah AIDS, dsb.
Menurut Bentuknya
a.Perjanjian Bilateral, yaitu perjanjian yang hanya melibatkan 2 negara sehingga bersifat tertutup. Artinya kemungkinan untuk negara lain turut serta dalam perjanjian tersebut. Contoh perjanjian bilateral yaitu :
•Perjanjian ”ekstradisi” antara Indonesia dengan Malaysia tahun 1974.
•Perjanjian antara Indonesia dengan RRC tahun 1955 tentang penyelesaian “ dwikewarganegaraan”.
b.Perjanjian Multilateral, yaitu perjanjian yang melibatkan banyak negara dan biasanya mengatur tentang hal-hal yang menyangkut kepentingan umum sehingga bersifat terbuka. Contoh perjanjian multilateral :
•Konvensi Jnewa tahun 1949 tentang ”Perlindungan Korban Perang”
•Konvensi Wina tahun 1961 tentang ”Hubungan Diplomatik”
Menurut Proses atau Tahapan Pembentukannya
a.Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, penandatangan, dan ratifikasi.
b.Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatangan (biasanya digunakan) kata persetujuan (agreement)
Menurut Pelaksanaannya
a.Dispositive Triaties (Perjanjian yang menentukan)
Yaitu perjanjian internasional yang maksud dan tujuannya sudah sesuai dengan isi perjanjian seperti perjanjian perbatasan.
b.Executore Triaties (Perjanjian yang dilaksanakan)
Yaitu perjanjian yang pelaksanaannya tidak hanya sekali , tetapi terus menerus sampai tercapai tujuan perjanjian seperti : perjanjian perdagangan.
Menurut Fungsinya
a.Perjanjian yang membentuk hukum (law making treaties), yaitu suatu perjanjian yang melakukan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat Internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral). Contoh : konferensi Wina tahun 1958 tentang Hubungan Diplomatik, Konvensi Montenegro tentang Hukum Laut internasional tahun 1982, dsb.
b.Perjanjian bersifat khusus (treaty contract), yaitu perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral). Contoh : Perjanjian antara RI dan RRC mengenai dwikewarganegaraan tahun 1955, Perjanjian batas wilayah, pemberantasan penyelundupan-penyelundupan, dsb.
III. Istilah – Istilah Lain Perjanjian Internasional
Pemberian berbagai istilah perjanjian internasional (traktat) didasarkan pada tingkat pentingnya suatu perjanjian Internasional serta keharusan untuk mendapatkan suatu ratifikasi dari setiap kepala negara yang mengadakan perjanjian.
Istilah – istilah lain dari perjanjian Internasional adalah sebagai berikut:
No Nama Uraian Keterangan
1.Traktat
(Treaty) Perjanjian paling formal yang merupakan persetujuan dari dua negara atau lebih Perjanjian ini khusus mencakup bidang politik dan bidang ekonomi.
2.Konvensi
(Convention) Persetujuan formal yang bersifat multilateral dan tidak berurusan dengan kebijakan tingkat tinggi (high politicy) Persetujuan ini harus dilegalisasi oleh wakil- wakil yang berkuasa penuh
3.Protokol
(Protocol) Persetujuan yang tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala. Mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausal-klausal tertentu
4.Persetujuan
(Agreement) Perjanjian yang bersifat teknis atau administratif Sifatnya tidak seresmi Traktat atau Konvensi
5.Perikatan
(Arrangement) Istilah yang digunakan untuk transaksi-transaksi yang bersifat sementara. Perikatan tidak seresmi Traktat dan Konvensi.
6.Proses Verbal Catatan – catatan atau ringkasan atau kesimpulan konferensi diplomatik , atau catatan suatu permufakatan Proses Verbal tidak diratifikasi.
7.Piagam
(Statute) Himpunan peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan internasional baik mengenai pekerjaan maupun kesatuan kesatuan tertentu seperti pengawasan internasional yang mencakup tentang minyak atau mengenai lapangan kerja lembaga-lembaga internasional. Piagam itu dapat digunakan sebagai tambahan untuk pelaksanaan suatu konvensi (seperti piagam kebebasan transit)
8.Deklarasi
(Declaration) Perjanjian Internasional yang berbentuk traktat dan dokumen tidak resmi. Deklarasi sebagai traktat bila menerangkan suatu judul dari batang tubuh ketentuan traktat, dan sebagai dokumen tidak resmi apabila merupakan lampiran pada traktat atau konvensi. Deklarasi sebagai persetujuan tidak resmi bila mengatur hal-hal yang kurang penting.
9.Modus Vivendi Dokumen untuk mencatat persetujuan internasional yang bersifat sementara, sampai berhasil diwujudkan perjumpaan yang bersifat permanen , terinci, dan sistematis, serta tidak memerlukan ratifikasi.
10.Pertukaran Nota Metode yang tidak resmi, tetapi akhir-akhir ini banyak digunakan. Biasanya pertukaran nota dilakukan oleh wakil-wakil militer dan negara serta dapat bersifat multilateral. Akibat pertukaran nota ini timbul kewajiban yang menyangkut mereka.
11.Ketentuan Penutup) (Final Act) Ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan negara peserta, nama utusan yang turut diundang , serta masalah yang disetujui konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
12.Ketentuan Umum (General Act) Traktat yang dapat bersifat resmi dan tidak resmi Misalnya : LBB menggunakan ketentuan umum mengenai arbitrasi utk menyelesaikan secara damai pertikaian internasional th 1928
13.Charter Istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administratif. Misalnya Atlantic Charter
14.Pakta (Pact) Istilah yang menunjukkan suatu persetujuan yang lebih khusus (Pakta Warsawa) Pakta membutuhkan ratifikasi
15.Covenant Anggaran dasar LBB
Menurut konvensi Wina tahun 1969, tahap- tahap pembuatan perjanjian Internasional adalah sebagai berikut :
Perundingan (Negotiation)
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak / negara tentang objek tertentu. Sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh karena itu diadakan penjajakan terlebih dahulu atau pembicaraan oleh masing – masing pihak yang berkepentingan.
Penandatanganan (Signature)
Lazimnya, penandatanganan dilakukan oleh para menteri luar negeri (menlu) atau kepala pemerintahan.Untuk perundingan yang bersifat multilateral, penandatangan teks perjanjian sudah dianggap sah jika 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara , kecuali jika ditentukan lain. Namun, perjanjian belum dapat diberlakukan oleh masing – masing negaranya.
Pengesahan (Ratification)
Suatu negara mengikat diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya.Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih harus dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan. Ini dinamakan ratifikasi.
Ratifikasi Perjanjian internasional dapat dibedakan sebagai berikut :
a.Ratifikasi oleh badan eksekutif. Sistem ini biasa dilakukan oleh raja- raja absolut dan pemerintahan otoriter.
b.Ratifikasi oleh badan legislatif. Sistem ini jarang diginakan.
c.Ratifikasi campuran (DPR dan Pemerintah). Sistem ini paling banyak digunakan karena peranan legislatif dan eksekutif sama-sama menentukan dalam proses ratifikasi suatu perjanjian.
Konvensi Wina (tahun 1969) pasal 24 menyebutkan bahwa mulai berlakunya sebuah Perjanjian Internasional adalah sebagai berikut :
a.Pada saat sesuai dengan yang ditentukan dalm naskah perjanjian tersebut.
b.Pada saat perseta perjanjian mengikat diri pada perjanjian itu bila dalam naskah tidak disebut saat berlakunya.
Persetujuan untuk mengikat diri tersebut dapat diberikan dengan berbagai cara, tergantung pada persetujuan mereka. Misalnya: dengan penandatangan, ratifikasi, pernyataan turut serta ( assescion ), ataupun pernyataan menerima ( acceptance ), dan dapat juga dengan cara pertukaran naskah yang sudah ditandatangani.
Praktek ratifikasi di Indonesia didasarkan pada landasan yuridis konstitusional UUD 1945 pada pasal 11 ayat (1).
Berikut adalah beberapa contoh Perjanjian Internasional yang dilakukan Indonesia:
1.Persetujuan Indonesia – Belanda mengenai penyerahan Irian Barat yang ditandatangani di New York, 15 Januari 1962.
2.Perjanjian antara Indonesia – Australia mengenai garis batas wilayah antara Indonesia dengan Papua New Guinea yang ditandatangani di Jakarta, 12 Februari 1973.
3.Persetujuan batas garis landas kontinen antara Indonesia dan Singapura tentang Selat Singapura tanggal 25 Mei 1973.
Unsur-unsur penting dalam persyaratan adalah :
a.Harus dinyatakan secara formal/ resmi , dan
b.Bermaksud untuk membatasi, meniadakan, atau mengubah akibat hukum dari ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam perjanjian itu.
Mengenai persyaratan dalam perjanjian internasional, terdapat dua teori yang cukup berkembang, yaitu :
1.Teori Kebulatan Suara ( Unanimity Principle ). Persyaratan itu hanya sah atau berlaku bagi yang mengajukan persyaratan jika persyratan ini diterima oleh seluruh peserta perjanjian. Contoh: Berdirinya LBB atau PBB yang setiap kali mengeluarkan resolusi atau menerima anggota baru , memerlukan kebulatan suara dari seluruh anggota.
2.Teori Pan Amerika. Setiap perjanjian itu mengikat yang mengajukan persyaratan dengan negara yang menerima persyaratan. Teori ini biasanya dianut oleh organisasi – organisasi negara Amerika. Contohnya: adanya NATO atau AFTA, setiap negara peserta diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam perjanjian yang dibentuk itu.
a. Berlakunya Perjanjian Internasional
Perjanjian Internasional berlaku saat peristiwa berikut ini :
Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding.
Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.
Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian ini berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negaraitu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian mementukan lain.
Ketentuan – ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak disetujuinya teks perjanjian itu.
b. Berakhirnya Perjanjian Internasional
Prof. Dr. Moctar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum Internasional mengatakan bahwa perjanjian berakhir karena hal – hal berikut ini :
Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
Masa berlaku perjanjian internasional itu sudah habis.
Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnyaobjek perjanjian itu.
Adanya persetujuan dari para peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu.
Syarat - syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian yang sudah dipenuhi.
Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.
c. Pelaksanaan Perjanjian Internasional
1) Ketaatan terhadap perjanjian
-Perjanjian harus dipatuhi (pacta sunt servanda). Prinsip ini sudah merpakan kebiasaan karena merupakan jawaban atas pertanyaan mengapa perjanjian internasional memiliki kekuatan mengikat.
-Kesadaran Hukum Nasional. Suatu negara akan menyetujui ketentuan – ketentuan perjanjian internasional yang sesuai dengan hukum nasionalnya. Perjanjian Internasional merupakan bagian dari hukum nasionalnya.
2) Penerapan perjanjian
-Daya berlaku surut (retroactivity). Biasanya ,suatu perjanjian dianggap mulai mengikat setelah diratifikasi oleh peserta, kecuali bila ditentukan dalam perjanjian bahwa penerapan perjanjian sudah dimulai sebelum ratifikasi.
-Wilayah penerapan (teritorial space ). Suatu perjanjian mengikat wilayah negara peserta, kecuali bila ditentukan lain. Misalnya, perjanjian itu hanya berlaku pada bagian tertentu dari wilayah suatu negara, seperti perjanjian perbatasan.
-Perjanjian menyusul ( sucessive treaty ). Pad dasarnya, suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perjanjian serupa yang mendahuluinya. Namun, bila perjanjian yang mendahului tidak sesuai lagi, maka dibuatlah perjanjian pembaharuan.
d. Penafsiran ketentuan perjanjian
Supaya perjanjian mempunyai daya guna yang baik dalam memberikan solusi atas kasus-kasus hubungan internasional, perlu diadakan penafsiran atas aspek-aspek pengkajian dan penjelasan perjanjian tersebut. Penafsiran dalam praktiknya dilakukan dengan menggunakan tiga metode. Adapun metode-metode itu seperti berikut:
a.Metode dari aliran yang berpegang pada kehendak penyusun perjanjian dengan memanfaatkan pekerjaan persiapan.
b.Metode dari aliran yang berpegang pada naskah perjanjian, dengan penafsiran menurut ahli yang umum dari kosa-katanya.
c.Metode dari aliran yang berpegang pada objek dan tujuan perjanjian.
e. Kedudukan negara bukan peserta
Negara bukan peserta pada hakikatnya tidak memiliki hak dan kewajiban untuk mematuhinya. Akan tetapi, bila perjanjian itu bersifat multilateral (PBB) atau objeknya besar ( Terusan Suez, Panama, Selat Malaka, dan lain-lain), mereka dapat juga terikat , apabila:
a.Negara tersebut menyatakan diri terikat terhadap perjanjian itu dan,
b.Negara tersebut dikehendaki oleh para peserta.
f. Pembatalan Perjanjian Internasional
Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, karena berbagai alasan, suatu perjanjian internasional dapat batal antara lain sebagai berikut :
1)Negara peserta atau wakil kuasa penuh melanggar ketentuan – ketentuan hukum nasionalnya.
2)Adanya unsur kesalahan (error) pada saat perjanjian itu dibuat.
3)Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta lain waktu pembentukan perjanjian.
4)Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan ( corruption ), baik melalui kelicikan atau penyuapan.
5) Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik dengan ancaman maupun penggunaan kekuatan.
6)Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar